Hj. Fatmawati Soekarno. Lahir pada 05 Februari 1923 dan wafat pada 14 Mei 2024.
Terlahir dari keluarga yang taat agama dan aktif di Nasyiatul Aisyiyah, organisasi remaja putri yang berada di bawah naungan Muhammadiyah, Fatmawati pun tergabung dalam organisasi ini sejak remaja. Fatmawati juga berlatih tarian Melayu dan aktif dalam kelompok sandiwara bernama Monte Carlo.
Beliau dijuluki “Sang Merpati dari Bengkulu” oleh Soekarno
Dikutip dari Harian Kompas edisi 16 Mei 1960, Fatmqwqti pertama kali bertemu dengan Soekarno pada 1938, di usianya yang masih 15 tahun. Pertemuan tersebut terjadi ketika Soekarno diasingkan ke Bengkulu dan dikunjungi oleh orang tua Fatmawati.
Sang ayah Hassan Din mengajak Fatmawati bertemu dengan Soekarno, yang berada di rumah pengasingan bersama istri keduanya, Inggit Ganarsih, dan anak angkat mereka, Ratna Djuami. Sejak itulah, Fatmawati dan Soekarno menjadi sering bertemu. Kecerdasan berpikir, bekal sosial, dan kemampuannya berdiskusi Fatmawati mampu memikat Soekarno, yang kemudian memberikan julukan “Sang Merpati dari Bengkulu“.
Dengan bantuan Soekarno pula, Fatmawati dapat melanjutkan ke RK Vakschool Maria Purrisima, sekolah kejuruan yang berada di bawah naungan organisasi Katolik, bersama Ratna Djuami. Fatmawati kemudian tinggal bersam keluarga Soekarno di rumah pengasingan, karena jarak rumah dan sekolahnya terbilang jauh.
Dua tahun kemudian, Soekarno menyatakan cintanya secara langsung kepada Fatmawati dan ingin meminangnya. Namun, orang tua Fatmawati tidak menyetujui, dengan pertimbangan Soekarno masih memiliki seorang istri. Setelah Inggit Ganarsih diceraikan, Fatmawati dan Soekarno menikah pada Juli 1943.
Tidak lama kemudian, Fatmawati berserta kedua orang tuanya diboyong ke Jakarta dan tinggal di Jalan Pegangsaan Timur No.56, Jakarta.
Setahun Setelah pernikahan itu, Jepang menjanjikan kemerdekaan untuk indonesia. Bendera Merah Putih juga boleh dikibarkan dan lagu kebangsaan Indonesia Raya diizinkan berkumandang. Ibu Fatmawati kemudian berfikir bahwa memerlukan bendera Merah Putih untuk dikibarkan di pegangsaan 56. “Pada waktu itu tidak mudah umtuk mendapatkan kain merah dan putih di liar”, tulis Chairul Basri dalam artikelnya “Merah Putih, Ibu Fatmawati, dan Gedung Proklamasi” . Barang-barang bekas impor, semuanya berada di tangan Jepang, dan kamu pun ada diluar, untuk mendapatkannya harus dengan Berbisik-bisik” bisiknya.
Berkat Bantuan Shimizui, yang merupakan orang ditunjuk oleh pemerintah Jepang sebagai perantara dalam perundingan Jepang-Indonesia. Ibu Fatmawati akhirnya mendapatkan kain merah putih. Shimizu mengusahakannya lewat seorang pembesar Jepang, yang memimpin gudang di Pintu Air, di depan eks Bioskop Capitol. Bendera itulah yang berkibar di Pegangsaan Timur saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Ibu Fatawati menghabiskan waktunya untuk menjahit bendera itu dalam kondisi fisiknya cukup rentan. Pasalnya, Ibu Fatmawati saat itu sedang hamil tua dan sudah waktunya untuk melahirkan putra sulungnya, Guntur Soekarnoputra. Tak jarang ia menitikkan air mata kala menjahit bendera itu. “Menjelang kelahiran Guntur, Ketika usia kandungan telah mencukupi bulannya, saya paksakan diri menjahit bendera Merah Putih, saya jahit berangsur-angsur dengan mesin jahit Singer yang dijalankan dengan tangan saja, sebab Dokter melarang saya menggunakan kaki untuk menggerakkan mesin jahit”. kata Ibu Fatmawati dalam buku yang ditulis oleh Bondan Winarno.
Wallahu alam
Sumber:
www.kompas.com
www.id.wikipedia.org