Niat Penentu Amal Perbuatan

Apa itu Niat?

Niat adalah bermaksud atau berkehendak untuk melakukan sesuatu dari hati. Niat penentu amal perbuatan. Jika seseorang berniat dalam hati, niat tersebut sudah dianggap sah walaupun tidak disebutkan oleh lisan berdasarkan kesepakatan ulama. Siapa saja yang ingin melakukan sesuatu, maka dia pasti sudah berniat. Misalnya jika seseorang disodorkan makanan dan orang tersebut ingin memakannya, maka dia sudah berniat. Tidak mungkin suatu amalan itu ada kecuali sudah didahului niat.

Dari ‘Umar bin Al Khottob, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ ، وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, mkaa hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.(HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907).

Hadits ini menjelaskan bahwa setiap amalan bergantung dari niatnya dan setiap orang akan mendapatkan balasan dari apa yang ia niatkan. Jika seseorang berniat ikhlas karena Allah, maka ia akan mendapatkan balasan yang mulia.

Apa Fungsi Niat?

Ada dua fungsi niat, yang pertama adalah untuk membedakan mana kebiasaan dan ibadah. Misalnya dalam puasa. Jika seseorang meninggalkan hal-hal pembatal puasa seperti makan, minum, dan lain-lain tapi sebelumnya tidak berniat bahwa ia akan berpuasa di hari tersebut, maka ia tidak terhitung melakukan ibadah puasa.

Sedangkan fungsi kedua niat adalah untuk membedakan satu ibadah dengan ibadah lainnya. Ada ibadah yang hukumnya fardhu’ain, ada yang fardhu kifayah, dan ada yang termasuk rawatib, ada yang niatnya witir, ada yang niatnya sekedar shalat sunnah saja (shalat sunnah mutlak). Ibadah-ibadah tersebut dibedakan oleh niat.

Setiap amalan membutuhkan niat yang ikhlas, karena ada amalan yang niatnya ikhlas untuk beribadah kepada Allah dan ada juga amalan yang niatnya untuk mengejar dunia. Amalan yang niatnya untuk mengejar dunia sesungguhnya adalah amalan yang tercela. Benar dan rusaknya amal bergantung pada niatnya. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata:

مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِىَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِىَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ

Barangsiapa menuntut ilmu hanya ingin digelari ulama, untuk berdebat dengan orang bodoh, supaya dipandang manusia, Allah akan memasukkannya dalam neraka.” (HR. Tirmidzi, no. 2654 dan Ibnu Majah, no. 253. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.)

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, di mana ia berkata,

خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ فَقَالَ « أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِى مِنَ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ ». قَالَ قُلْنَا بَلَى. فَقَالَ « الشِّرْكُ الْخَفِىُّ أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّى فَيُزَيِّنُ صَلاَتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ »

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar menemui kami dan kami sedang mengingatkan akan (bahaya) Al-Masih Ad Dajjal. Lantas beliau bersabda, “Maukah kukabarkan pada kalian apa yang lebih samar bagi kalian menurutku dibanding dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal?” “Iya”, para sahabat berujar demikian kata Abu Sa’id l- Khudri. Beliau pun bersabda, “Syirik khafi (syirik yang samar) di mana seseorang shalat lalu ia perbagus shalatnya agar dilihat orang lain.(HR. Ibnu Majah, no. 4204. Al-Hafiz Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan.)

Niat Adalah Syarat Seluruh Amal

Niat itu syarat seluruh ibadah seperti shalat yang wajib dan yang sunnah, zakat, puasa, i’tikaf, haji, ‘umroh, seluruh ibadah yang diwajibkan dan ibadah yang disunnahkan, udhiyah (qurban), hadyu (sembelihan di Makkah), nadzar dan kafarot, jihad, memerdekakan budak, dan membebaskan budak mudabbar.

Perkara yang ditujukan pada hamba ada dua macam, yaitu perkara yang diperintahkan untuk dikerjakan dan perkara yang diperintahkan untuk ditinggalkan.

Untuk perkara yang diperintahkan untuk dikerjakan, maka harus ada niat di dalamnya. Niat ini adalah syarat sahnya amalan tersebut dan juga syarat untuk memperoleh pahala. Contoh ibadah yang diperintahkan adalah shalat.

Untuk perkara yang diperintahkan untuk ditinggalkan, seperti menghilangkan najis pada pakaian, badan atau tempat, seperti pula melunasi utang yang wajib, maka untuk hal melepaskan kewajiban semacam ini tidak disyaratkan adanya niat. Tetap sah, walaupun tidak berniat.

Niat juga berlaku untuk hal yang mubah. Misalnya makan, minum, tidur, mencari nafkah, dan nikah akan bernilai pahala jika diniatkan agar kuat dalam melakukan ketaatan pada Allah atau sebagai sarana kepada ketaatan kepada Allah. Contoh lainnya adalah hubungan biologis dengan istri atau dengan budak wanitanya dengan maksud untuk menjaga diri dari zina, atau tujuannya untuk menghasilkan keturunan yang sholeh atau untuk memperbanyak umat, jika niatannya seperti ini, maka akan membuahkan pahala.

Sumber:

Kaedah Fikih (1), Niat Syarat Seluruh Amal oleh Rumaysho.com

Hadits Arbain #01: Setiap Amalan Tergantung pada Niat oleh Rumaysho.com

Faedah Fikri dari Hadits Niat oleh Rumaysho.com

Cek sosial media kami di:
Instagram : https://www.instagram.com/infaqberkahqurani/
Facebook : https://m.facebook.com/InfaqBerkahQurani
Website : https://infaqberkah.id
YouTube : https://www.youtube.com/c/InfaqBerkahQurani
Tiktok: https://vt.tiktok.com/ZGJUYvTqY/b

Tinggalkan Balasan